BAB II
EPISTEMOLOGI
Pengertian Epistemologi
Secara etimologi kata epistemologi berasal dari kata Yunani kuno “episteme” yang berarti pengetahuan. Dan “logos” artinya teori. Secara asal-usul kata epistemologi berarti teori pengetahuan. Pengertian epistemologi secara istilah merupakan suatu cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan. Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat dipahami bahwa suatu pengetahuan hendaknya diperkuat dan dilatarbelakangi oleh sistem-sistem yang berupa metode, struktur, otentisitas yang ilmiah, dan membahas tentang sumber, kerakter, kebenaran pengetahuan.
Epistemologi menitikberatkan pada persoalan pada apakah yang ada, yang didalamnya mengandung :
Masalah sumber pengetahuan / originalitas
Apakah sumber-sumber pengetahuan itu
Dari mana pengetahuan yang benar, dan bagaimana kita dapat mengetahui
Masalah penampilan / appereance
Apa yang menjadi karakteristik pengetahuan
Adakah dunia nyata diluar akal, jika ada dapatkah diketahui
Masalah mencoba kebenaran / verivikasi
Apakah pengetahuan kita itu benar
Bagaimana membenarkan antara kebenaran dan kekeliruan
Jarum Sejarah Pengetahuan
Salah satu cabang pengetahuan itu yang berkembang menurut jalannya sendiri adalah ilmu yang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya terutama dalam segi metodenya. Metode keilmuan adalah jelas sangat berbeda dengan ngelmu yang merupakan paradigma dari Abad Pertengahan. Demikian juga ilmu dapat dibedakan dari apa yang di telaahnya serta untuk apa ilmu itu dipergunakan.
Seiring dengan berkembangnya Abad Penalaran, maka konsep dasar menjadi berubah dari "persamaan" kepada "perbedaan". Mulailah terdapat perbedaan yang jelas antara berbagai pengetahuan, yang mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan, dan konsekuensinya dapat mengubah struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan, setidaknya berdasarkan apa yang diketahui, bagaimana cara mengetahui, dan untuk apa pengetahuan tersebut digunakan.
Mungkin Anda pernah mendengar seorang tukang obat yang menawarkan panacea (obat segala macam penyakit) di kaki lima yang berkata : " Untuk urat kaku, pegal linu, darah tinggi, sakit bengek, eksim, keputihan, susah tidur, kurang nafsu makan, kurang jantan...., minumlah kapsul ini tiga kali sehari, diguyur dengan air minum, yang hamil dilarang minum....!!!". Raja obat yang konon katanya mampu mengobati berbagai macam penyakit ini adalah "warisan" dari zaman dulu, dimana pada waktu itu perbedaan antara wujud yang satu dengan wujud lainnya masih belum dilakukan. Pada masyarakat primitif, perbedaan antara berbagai organisasi kemasyarakatan belum begitu nampak, mungkin karena belum adanya "pembagian pekerjaan". Seorang ketua suku, misalnya, bisa saja merangkap hakim, penghulu yang menikahkan, panglima perang, guru besar (mufti), sesepuh, dan lain-lain. Sekali dia menempati status tertentu, maka biasanya status itu tetap, ke mana pun dia pergi. Sebab organisasi kemasyarakatan pada waktu itu hakikatnya hanya satu. Sekali menjadi seorang ahli, maka seterusnya dia akan menjadi seorang ahli. "Jadi kalau sekarang kita melihat seorang professor psikiatri mencantumkan gelar/titelnya waktu main ketoprak, maka gejala ini dapat dianggap sebagai sindrom tempo doeloe, kan...?", tanya seseorang pada sebuah seminar. "...Tahu ! Habis contohnya professor psikiatri, sih. Jadi membuka lorong ke arah penafsiran yang lain", jawab seorang ketua panitia. Jadi kriteria persamaan dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar pada waktu dulu. Semua menyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya "kabur" dan "mengambang". Tidak ada batas-batas yang jelas antara obyek yang satu dengan obyek yang lain, antara wujud yang satu dengan wujud yang lain. Konsep dasar ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya Abad Penalaran (The Age of Reason) pada pertengahan abad ke-17. Sebelum CHARLESS ROBERT DARWIN (-) menyusun Teori Evolusi-nya, kita sering menganggap bahwa semua makhluk adalah serupa yang diciptakan dalam waktu yang sama. Jadi, adalah wajar kalau dalam kurun waktu tersebut tidak ada perbedaan antara berbagai pengetahuan. Segala apa yang kita ketahui adalah pengetahuan; apakah itu cara memburu gajah, cara mengobati sakit gigi, cara menentukan kapan harus bercocok tanam, atau barangkali biografi para bidadari di khayangan, dan sebagainya. Intinya, semua itu adalah satu; apakah itu obyeknya, metodenya, atau kegunaannya, dan lain-lain. Metode ngelmu yang akhir-akhir ini mulai ngepop lagi, yang tidak membedakan antara berbagai jenis pengetahuan, mungkin bisa dianggap sebagai metode yang bersifat universal pada waktu itu. Namun dengan berkembangnya Abad Penalaran, maka konsep dasar pun berubah dari "persamaan" menjadi "perbedaan". Salah satu cabang pengetahuan yang berkembang menurut jalannya sendiri adalah ilmu, yang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya, terutama dalam segi metodenya. Sedangkan yang namanya metode keilmuan adalah jelas sangat berbeda dengan ngelmu yang merupakan paradigma sejak Abad Pertengahan. Demikian juga ilmu, dapat dibedakan dari apa yang ditelaahnya, bagaimana cara mendapatkannya, dan untuk apa ilmu itu digunakan. Diferensiasi dalam bidang ilmu dengan cepat terjadi. Secara metafisik, ilmu sudah mulai dipisahkan dengan moral. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya, mulailah dibeda-bedakan antara ilmu-ilmu alam (natural sciences) dengan ilmu-ilmu sosial (social sciences). Dari cabang ilmu yang satu, sekarang ini diperkirakan berkembang lebih dari 665 ranting disiplin keilmuan (lihat Ruang Lingkup Penjelajahan Ilmu). Pembedaan yang makin terperinci ini menimbulkan keahlian yang makin spesifik pula.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tak ada, sebab pengetahuan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.
Jadi pada hakikatnya kita mengharapkan jawaban yang benar,dan bukannya sekedar jawaban yang bersipat sembarang saja. Lalu timbullah masalah,bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar? Masalah ini yang dalam kajian filsafati tersebut epistemologi, dan landasan epistemologiilmu disebut metode ilmiah. Dengan kata lain, metode ilmiah adalah cara yang di lakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar.
Jenis Pengetahuan
Sumber-sumber yang dipakai manusia ontuk mencari pengetahuan dan kebenaran :
Pengetahuan Wahyu (revealed knowledge)
Tuhan telah memberika petunjuk yang berupa wahyu kepada manusia yang berisi pengetahuan dan kebenaran. Kebenaran Tuhan yang berupa firman adalah mutlak dan abadi. Pengetahuan wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari luar manusia.
2. Pengetahuan Rasional (rational knowledge)
Pengetahuan yang didapatkan manusia dengan cara berlatih akal/rasio manusia semata. Pengetahuan ini tidak disertai dengan observasi/ penelitian terhadap ha-hal faktual. Dengan berpronsip pada paradigm logika formal dan matematika murni dan kebenarannya dapat dibuktikan dengan pemikiran abstrak, dapat diterapkan pada pengalaman indera tetapi tidak bias disimpulkan dari pengalaman indera.
Berdasar pemahaman ini, maka yang dicari adalah kepastian dan kesempurnaan yang sistematis.
3. Pegetahuan Intuitif (intuitive knowledge)
Pengetahuan intuitif lahir dari dalam diri manusia pada saat manusia tersebut menghayati sesuatu dan muncul secara tiba-tiba dalam kesadaran manusia.
Pengetahuan intuitif tidak bias diuji dengan obsrvasi, experimem ataupun perhitungan, karena tidak bersifat hipotesis. Karena bersifat pribadi, pengetahuan intuitif tidak bias dikembangkan, bersifat subyektif tidak terlukiskan dan sulit diketahui apakah seseorang memiliki pengetahuan intuitif atau tidak.
4. Pengetahuan Otoritas (authoritative knowledge)
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran dan pendapat seorang pakar dibdangnya dan telah dijamin otoritas / sumber yang memiliki wibawa ataupun wewenang.
5. Pengetahuan Empris (empirical knowledge)
Pengetahuan empiris adalah pengetahuan yang bersumber atas bukti penginderaan, penglihatan, pendengaran, serta sentuhan indera-indera lainnya. Sehingga dengan memperoleh hal tersebut manusia bisa memiliki sebuah konsep tentang dunia terutama disekitar kita.
Pengetahuan ini memiliki paradigm sains, dimana hipotesis-hipotesis sains diuji dengan observasi atau eksperimen
Faham empirisme menyatakan bahwa pengetahuan bisa diperoleh melalui pengalaman, observasi dan penginderaan. Tetapi pengalaman ini bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan rasio dan akal, akal dilibatkan sebagai suatu bagian integral dari pengalaman.
Teori-Teori Pengetahuan
1. Teori Korespondensi
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran merupakan suatu persesuaian antara fakta dan situasi nyata. Persesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan situasi lingkungan sebrnarnya.
2. Teori Pragmatisme
Menurut teori pragmatisme, bahwa kebenaran tidak bisa bersesuaian dengan kenyataan, sebab kita hanya bias mengetahui dari pengalaman saja.
Kebenaran sebuah pernyataan dapat diukur dengan suatu kriteria, apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak. Maksud dari pemahaman tersebut adalah pernyataan akan dikatakan benar apabila memiliki kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
3. Teori Koherensi
Dalam teori ini, bahwa kebenaran bukanlah suatu persesuaian antara pikiran dengan kenyataan, tetapi kesesuaian yang harmonis antara pikiran/pendapat manusia dengan pengetahuan manusia yang telah dimilikinya. Pemahamsan teori kebenatan ini lebih banyak diakui oleh golongan idealis.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang di sebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan di sebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sesuatu pengetahuan di sebut ilmutercantum dengan apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.
Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresimengenai cara bekerja pikiran.dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang di hasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasionaldan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat dihandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikyumpulkan seberlumnya. Teori korespodensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya materi yang terkandung dalam pernyataan itu bersesuaian (berkospondensi ) dengan obyek paktual yang di tuju oleh pernyataan tersebut.
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi dalam melakukan penelitian mendapatkan jawaban yang benar maka seorang ilmuwan seakan-akan melakukan sesuatu dalam “interogasi terhadap alam”. Hipotesis dalam hubungan ini berfungsi sebagai penunjuk jalan yang memungkinkan kita untuk mendapatkan jawaban, karena alam itu sendiri membisu dan tidak responsif terhadap pertanyaan-pertanyaan. Harus kita sadari bahwa hipotesis itu sendiri merupakan yang bersifat sementara yang membantu kita dalam melakukan penyelidikan.
Macam-Macam Metode Ilmiah
1. Metode Deduktif
Metode ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kuatitatif, didalam metode ini teori ilmiah yang telah diterima kebenatannya dijadikan acuan untuk mencari kebenaran selanjutnya.
2. Metode Induktif
Metode ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kualitatif, didalam metode ini dengan pengamatan dan penyelidikan dan diakhiri dengan penemuan teori.
Metode Ilmiah lain untuk mendapatkan pengetahuan :
1. Metode Rasionalisme
Metode yang mengutamakan rasio / akal pikiran untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman hanyalah perangsang unttuk memperoleh pengetahuan.
2. Metode Empirisme
Metode yang mengutamakan pengalaman sebagai hal yang utama, baik pengalaman lahiriah maupun batiniah manusia. Bahan dari pengalaman tersebut diolah dan dikembangkan oleh akal, dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan, karena pengalaman diambil dari kepastian dari dunia fakta dan nyata.
BAB III
KESIMPULAN
Pengertian epistemologi adalah merupakan suatu cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan. Eptstemologi menitikberatkan pada persoalan pada apakah yang ada.
Jarum Sejarah Pengetahuan : Salah satu cabang pengetahuan itu yang berkembang menurut jalannya sendiri adalah ilmu yang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya terutama dalam segi metodenya.
Pengetahuan meliputi : Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita.
Jenis Pengetahuan : Pengetahuan Wahyu (revealed knowledge), Pengetahuan Rasional (rational knowledge), Pegetahuan Intuitif (intuitive knowledge), Pengetahuan Otoritas (authoritative knowledge), Pengetahuan Empris (empirical knowledge).
Teori-Teori Pengetahuan meliputi : Teori Korespondensi, Teori Pragmatisme, dan Teori Koherensi.
Metode Ilmiah : Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang di sebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah
Macam-macam metode ilmiah meliputi : Metode Deduktif dan Metode Induktif. Sedangkan metode lain meliputi : Metode Rasionalisme dan Metode Empirisme.
Epistemologi Cara Mendapat Pengetahuan Yang Benar
ABSTRAKSI
Epistemologi adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah Teori Pengetahuan. Objek kajian epistemologi adalah membicarakan mengenai sumber-sumber, karakterristik dan kebenaran pengetahuan. “Epistemologi is the branch of philosophy which investigates the origin, structure, method, and validity of knowledge” (Runes). Bahasan-bahasan Epistemologi sangat berkaitan erat dengan persoalan metafisika (ilmu yang membahas diluar alam fisik/jasad). Epistemologi membahas persoalan pada apa yang ada.
Bahasan epistemologi adalah pada persoalan pengetahuan, pertanyaannya mungkinkah pengetahuan diperoleh atau tidak, apakah kita bisa mendapatkan pengetahuan yang benar. Dalam epistemologi pengetahuan yang benar haruslah jelas sumbernya, struktur pengetahuan itu sendiri. Tetapi Plato berpendapat bahwa Seorang manusia tidak perlu menyelidiki apa yang dia ketahui karna dia telah mengasumsikan bahwa manusia itu sudah tahu dan tidak perlu menyelidiki, demikian halnya juga bahwa manusia tidak perlu menyelidiki yang tidak diketahui, karena dia tidak tahu apa yang harus diselidiki. Sedangkan Immanuel Kant menyebut bahwa epistemologi sebagai ilmu tentang batas-batas serta kemungkinan pengetahuan.
Secara garis besar bahwa epistemologi adalah salah satu cabang filsafat yang membalas pengetahuan dengan upaya evaluatif dan kritis tentang pengetahuan, teori yang berpusat pada batas-batas, struktur dan sumber ilmu pengetahuan.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya ketika manusia hidup didunia ini, ketika berinteraksi dengan manusia lainnya, Tuhan dan alamnya, sebagai makhluk sempurna dan makhluk pencari kebenaran, dia akan menggunakan akal dan pikirannya dengan berorientasi pada kebenaran dan akan terus berlangsung dari waktu kewaktu. Didalam perjalanan kehidupan manusia tersebut, keberadaan akal pikiran manusia dan juga alam akan selalu bergerak dengan dinamiknya. Sehingga dengan keadaan tersebut manusia juga dituntut untuk mengikuti keFadaan tersebut, bahkan mungkin bisa mengendalikannya dengan didampingi Tuhan sang pencipta kebenaran.
Dengan kondisi tersebut diatas, manusia sebagai makhluk yang selalu tidak puas dengan keadaan yang sudah ada dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, maka manusia akan selalu berusaha mencari tahu apa yang dia ingin ketahui untuk mendapatkan jawabannya. Maka manusia yang benar-benar menggunakan akal pikirannya akan selalu berusaha mencari tahu itu, jika dia mendapatkan jawaban dari yang ingin dia ketahui itu, maka dia akan mengujinya dan juga mengukurnya dengan methode-methode tertentu untuk mendapat rasa ingin tahu tersebut. Hal tersebut akan selalu terus berlangsung seiring manusia dalam memenuhi rasa ingin tahunya.
Disamping hal tersebut diatas, berbagai kajian pengetahuan ini juga akan memberi sebuah wacana dan nilai bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Dengan nilai-nilai pengetahuan ini keberlangsungan umat manusia akan selalu terjaga, karena generasi penerus umat manusia ini akan memiliki prinsip, apakah pengetahuan bisa diaplikasikan dan bagaimana mengaplikasikan pengetahuan itu.
Rumusan Masalah
Dalam bahasan ini akan coba kita bahas dan kita jelaskan beberapa hal mengenai Epistemologi :
Pengertian Epistemologi
Jarum Sejarah Pengetahuan
Pengetahuan
Metode Ilmiah
Tujuan Makalah
Berbagai pengkajian pemikiran dan teori pengetahuan sangat mutlak dibutuhkan, karena kajian-kajian tersebut akan membuka realitas dari pengetahuan itu sendiri. Hasil dari kajian-kajian tersebut akan memberikan gambaran dan dampak terhadap subyek dalam hal ini manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, perspektif manusia terhadap alam, sang pencipta, dan hal-hal pendukung lainnya yang mendukung keberadaan manusia bersama alam semesta ini, dan sikap manusia terhadap alam itu sendiri. Yang pada akhirnya manusia mengetahui tujuan dan hakikat dari suatu pemikiran tersebut.
Jumat, 28 April 2017
Rabu, 12 April 2017
Kamis, 06 April 2017
MAKALAH FILSAFAT HAKIKAT YANG DIKAJI : ASUMSI, PELUANG, BEBERAPA ASUMSI ILMU DAN BATAS-BATAS PENJELAJAHAN ILMU
ONTOLOGI,
HAKIKAT YANG DIKAJI: ASUMSI, PELUANG, BEBERAPA ASUMSI ILMU DAN BATAS-BATAS
PENJELAJAHAN ILMU

Disusun Oleh:
Khadijah Karimah (2715162537)
Nurul Ifadah Yasri (2715163010)
Muhammad Fahd Aldhiya
(2715162289)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT. yang telah Memberikan rahmat-Nya yang berupa keimanan, kesehatan dan
keselamatan sehingga kami dapat menyelesaikan susunan makalah yang berjudul .
Penulisan ini diajukan guna menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Jakarta.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi pembaca, mahasiswa, dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Jakarta, 6 April 2017
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
………………………………………………………………. i
Daftar Isi
…………………………………………………………………….. ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ……………………………………………………… 1
B.
Rumusan Masalah …………………………………………………... 1
C.
Tujuan Penulisan Makalah ………………………………………….. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ontologi ………………………………………………… 3
B.
Asumsi …………………………………………………………...
4
C.
Peluang …………………………………………………………….... 8
D.
Beberapa Asumsi dalam Ilmu ………………………………………... 8
E.
Batas-batas Penjelajahan Ilmu ……………………………………… 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ………………………………………………………….
12
B.
Saran …………………………………………………………………
13
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Filsafat itu meliputi berbagai macam permasalahan. Adapun masalah
utama yang harus kita bahas adalah masalah kenyataan, tentang realitas, tentang
yang nyata dari sesuatu. Yang menjadi titik persoalan ialah kita harus
memecahkan permasalahan realitas secara tepat, karena konsepsi kita tentang realitas
mengontrol pertanyaan kita tentang dunia ini. Dan tanpa adanya pertanyaan, kita
jelas tidak akan memperoleh jawaban dari mana kita nantinya akan membina
kumpulan ilmu pengetahuan yang kita miliki dan menetapkan disiplin tentang
masalah – masalah pokoknya.
Ontologi adalah ilmu yang mengkaji
apa hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah yang sering kali secara populer banyak
orang menyebutnya dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau
kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi ilmu
tentang apa dan bagaimana. Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian
keilmuan yang dapat dipikirkan manusia secara rasional dan bisa diamati melalui
panca indera manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas
prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca-pengalaman (seperti surga
dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu.
Berdasar pada latar belakang inilah, tim penyusun membuat makalah
dengan judul “Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Asumsi, Peluang, Beberapa
asumsi dalam ilmu dan Batas – batas penjelajahan ilmu”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis menyusun
beberapa topik pembahasan sebagai
berikut;
1.
Apakah Pengertian Ontologi?
2.
Apakah Pengertian Asumsi?
3.
Apakah Pengertian Peluang?
4.
Bagaimana Asumsi dalam Ilmu?
5.
Di mana Batas – batas penjelajahan dalam Ilmu?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan ;
1.
Untuk mengetahui pengertian Ontologi.
2.
Untuk mengetahui pengertian Asumsi.
3.
Untuk mengetahui pengertian Peluang.
4.
Untuk mengetahui deskripsi Asumsi dalam Ilmu.
5.
Untuk mengetahui Batas – Batas penjelajahan dalam Ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
Ontologi adalah ilmu yang mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah yang sering kali secara populer banyak orang menyebutnya dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi ilmu tentang apa dan bagaimana. Ontology ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan manusia secara rasional dan bisa diamati melalui panca indera manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca-pengalaman (seperti surge dan neraka) menjadi ontology dari pengetahuan lainnya di luar ilmu.
Asumsi
Asumsi adalah praduga anggapan sementara (yang kebenarannya masih dibuktikan). Timbulnya asumsi karena adanya permasalahan yang belum jelas, seperti belum jelasnya hakekat ala mini, yakni apakah gejala ala mini tunduk kepada determinisme, yakni hukum alam yang bersifat universal ataukah hukum semacam itu tidak terdapat sebab setiap gejala merupakan akibat pilihan bebas ataukah keumuman memang ada namun berupa peluang, sekedar tanggapan probalistik (kemungkinan sesuatu hal untuk terjadi). Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Tomas Hubes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini meruapakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan dulu. Demikian juga paham determinisme ini bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya tidak terikat kepada hukum alam yang tidak memberikan alternative.
Sifat asumsi :
Tidak mutlak atau pasti sebagaimana ilmu yang tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bersifat mutlak. Jadi asumsi bukanlah suatu keputusan mutlak.
Kedudukan ilmu dalam asumsi :
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, karena keputusan harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relative.
Resiko asumsi :
Apa yang diasumsikan akan mengandung resiko secara menyeluruh. Seseorang yang mengasumsikan usahanya aakan berhasil maka direncanakan akan diadakan pesta keberhasilannya. Secara tiba-tiba usahanya dinyatakan tidak berhasil. Resikonya menggagalkan pelaksanaan pestanya.
Kesimpulan :
Sebuah asumsi adalah sebuah ketidakpastian
Asumsi perlu dirumuskan berdasarkan ilmu pengetahuan
Timbulnya asumsi karena adanya sesuatu kejadian/kenyataan
Beberapa asumsi dalam ilmu ;
Akan terjadi perbedaan pandang suatu masalah bila ditinjau dari berbagai kacamata ilmu begitu juga asumsi.
Ilmu sekedar merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan manusia secara pragmatis. Pragmatis adalah sesuatu yang mengandung manfaat.
Asumsi-asumsi dalam ilmu contohnya ilmu Fisika yakni ilmu yang paling maju bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain. Fisika merupakan ilmu teoritis yang dibangun atas sistem penalaran deduktif yang meyakinkan serta pembuktian induktif yang sangat mengesankan. Fisika terdapat celah-celah perbedaan yang terletak di dalam pondasi dimana dibangun teori ilmiah diatas yakni dalam asumsi tentang dunia fisiknya (zat, gerak, ruang dan waktu).
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain :
Aksioma : Pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri.
Postulat : Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya.
Premise : Pangkal pendapat dalam suatu entimen. Pernyataan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana penggunaan asumsi secara tepat? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik (Junjung, 2005) :
Deterministik
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dahulu.
Pilihan Bebas
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat materialistic menunjukkan semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku primitive bisa jadi diartikan jika mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana di India yang mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan bebas, semua tergantung ruang an waktu.
Probabilistik
Pada sifat probabilistik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu. Probalistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan monelerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur dengan metode statistic dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%. Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba dikuru kondisi deterministiknya hanya sebesar 95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari 95% berarti hubungan variabel tersebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut kriteria ilmu ekonomi.
Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan utamanya adalah mempertanyakan pada diri sendiri (peneliti) apakah sebenarnya yang ingin dipelajari dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka harus bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang dipilih adalah hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka akan digunakan asumsi pilihan bebas. Di antara kutub deterministic dan pilihan bebas, penafsiran probabilistic merupakan jalan tengahnya.
Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal hakiki dalam kehidupan. Karena itu, harus disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memeberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relative.
Jadi, berdasarkan teori-teori keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal pasti mengenai suatu kejadia. Yang didapatkan adalah kesimpulan yang probabilistik , atau bersifat peluang.
Peluang
Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8 secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian tertentu adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Dari sudut keilmuan hal tersebut memberikan suatu penjelasan bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tiak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Tetapi ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan kepada kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Dengan demikian maka kata akhir dari suatu keputusan terletak ditangan manusia pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori keilmuwan.
Asumsi dalam Ilmu
Waktu kecil segalanya kelihatan besar, pohon terasa begitu tinggi, orang-orang tampak seperti raksasa Pandangan itu berubah setelah kita berangkat dewasa, dunia ternyata tidak sebesar yang kita kira, wujud yang penuh dengan misteri ternyata hanya begitu saja. Kesemestaan pun menciut, bahkan dubia bisa sebesar daun kelor, bagi orang yang putus asa.
Katakanlah kita sekarang sedang mempelajari ilmu ukur bidang datar (planimetri). Dengan ilmu itu kita membuat membuat kontruksi kayu bagi atap rumah kita. Sekarang dalam bidang datar itu tidak rata dan mulus melainkan bergelombang, penuh dengan lekukan yang kurang mempesona. Permukaan yang rata berubah menjadi kumpulan berjuta kurva.
Asumsi dan skala observasi
Mengapa terdpat perbedaan pandangan yang nyata terhadap obyek yang begitu konkret seperti sebuah bidang? Ahli fisika Swisss Charles-Eugene Guye menyimpulkan gejala itu diciptkan oleh skala observasi. Bagi skala observasi anak kecil pohon-pohon natal itu begitu gigantic, sedangkan bagi skala observasi amuba, bidang datar ini merupakan daerah permukiman yang berbukit-bukit.
Jadi secara mutlak sebenarnya tak ada yang tahu seperti apa sebenaranya bidang datar itu, hanya Tuhan yang tahu! Secara filsafati mungkin ini merupakan masalah besar namun bagi ilmu masalah ini didekati secara praktis. Seperti disebutkan terdahulu ilmu sekadar merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan manusia secara pragmatis. Dengan demikian maka untuk tujuan membangun atap rumah, sekiranya kita asumsikan bahwa permukaan papan itu adalah bidang atr, maka secara pragmatis hal ini dapat dipertanggungjawabkan.
Pada awalnya kausalitas dalam ilmu-ilmu alam menggunakan asumsi determinisme. Namun asumsi ini goyang ketika MaxPlanck pada tahun 1900 menemukan teori Quantum. Teori ini menyatakan bahwa radiasi yang dikeluarkan materi tidak berlangsung secara konstan namun terpisah-pisah yang dinamakan kuanta. Fisika quantum menunjukkan adanya partikel-partikel yang melanggar logika hukum fisika dan bergerak secara tak terduga.
Selanjutnya indeterministik dalam gejala fisik ini muncul dengan pemenuhan Niels Bohr dalam Prinsip Komplementer yang dipublikasikan pada tahun 1913. Prinsip komplementer ini menyatakan bahwa electron bisa berupa gelombang cahaya dan bisa juga berupa partikel tergantung dari konteksnya. Masalah ini yang menggoyahkan sendi-sendi fisika ditambah lagi dengan penemuan Prinsip Indeterministik oleh Werner Heisenberg pada tahun 1927, menyatakan bahwa untuk pasangan besaran tertentu yang disebut conjugate magnitude pada prinsipnya tidak mungkin mengukur kedua besaran tersebut pada waktu yang sama dengan ketelitian yang tinggi. Prinsip Indeterministik ini, kata William Barret, menunjukkan bahwa terdapat limit dalam kemampuan manusia untuk mengetahui dan meramalkan gejala-gejala fisik.
Ilmu-ilmu ini bersifat otonom dalam bidang pengkajiannya masing-masing dan “berfederasi” dalam suatu pendekatan multidisipliner. (jadi buka “fusi” dengan penggabungan asumsi yang kacau balau).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan asumsi
Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan.
Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian teoretis. Asumsi manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah makhluk ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri atau makhluk yang kompleks. Berdasarkan asumsi-asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model, strategi, dan praktek adminitrasi.
Asumsi ini harus disimpulkan dari ‘keadaan sebagaimana adanya’ bukan ‘bagaimana keadaan yang seharusnya’.
Sekiranya dalam kegiatan ekonomis maka manusia yang berperan adalah manusia ‘yang mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya’ maka itu sajalah yang kita jadikan sebagai pegangan tidak usah ditambah dengan sebaiknya begini, atau seharusnya begitu. Sekiranya asumsi semacam ini dipakai dalam penyusunan kebijaksanaan, atau strategi, serta penjabaran peraturan alinnya, maka hal ini bisa saja dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab metafisika keilmuan berdasarkan kenyataan sesungguhnya sebagimana adanya.
Seseorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka berarti berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Sesuatu yang belum tersurat (atau terucap) dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat.
Batas Penjelajahan Ilmu
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari hal ihwal surge dan neraka? Jawabnya adalah tidak; sebab surge dan neraka derada di luar jangkauan pengalaman manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun apa-apa yang terjadi sesudah kematian kita, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Mengapa ilmu hanya membatasi daipada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman kita? Jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalm kehidupan manusia: yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita nyatakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-maslah seperti itu.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya, bagaimana kita melakukan pembuktian secara metodologis? Bukankah hal ini merupakan suatu kontradiksi yang menghilangkan keahlian metode ilmiah?
Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajahan ilmu, kata seorang. Cuma sepotong dari sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian, jawab filsuf ilmu, bahkan dalam batas pengalaman manusia pun, ilmu hanya berwenang dalam menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada pengkajian estetik. Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta, demikian kata Einstein.
Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan maka sering sekali diperlukan “pandangan” dari disiplin-disiplin lain. Saling pandang-memandang ini, atau dalam bahasa protokolnya pendekatan multi-disipliner, membutuhkan pengetahuan tentang tetangga-tetangga yang berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua : dimana disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin prang lain mulai. Tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multidisipliner tidak akan bersifat konstruktif melainkan berubah menjadi sengketa kapling (yang sering terjadi akhir-akhir ini).
Cabang-cabang ilmu
Ilmu berkembang dengan sangat pesat dan demikian juga jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaahan yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan saksama menyebabkan obyek forma (obyek ontologis) dari disiplin keilmuwan menjadi kian terbatas. Diperkirakan sekarang ini terdapat sekitar 650 cabang keilmuan yang kebanyakan belum dikenal oleh orang-orang awam.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
Pembahasan yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan :
1. Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari
suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang
mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan
filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.
2. Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai
metafisika. Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas
hakikat yang “ada”, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada
pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika.
Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang saling terkait. Bidang
metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk
pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam
ini.
3. Asumsi
diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin
terfokus obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih
banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektal suatu jalur
pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif, atau
gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan
muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. McMullin
(2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu
pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard presumption)
keberadaan suatu obyek sebelum melakukan penelitian.
4. Dasar
teori keilmuan di dunia ini tidak akan pernah terdapat hal yang pasti mengenai
satu kejadian, hanya kesimpulan yang probabilistik. Ilmu memberikan pengetahuan
sebagai dasar pengambilan keputusan di mana didasarkan pada penafsiran
kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
5. Seseorang
ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis
keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka berarti berbeda pula
konsep pemikiran yang dipergunakan.
6. Ilmu
membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan
metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara
empiris. Jika tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multidisipliner
tidak akan bersifat konstruktif melainkan berubah menjadi sengketa kapling
B.
Saran
Berdasar pada pembahasan diatas tentang “Ontologi, Hakikat Apa yang
Dikaji: Asumsi, Peluang, Beberapa asumsi dalam ilmu dan Batas – batas
penjelaqjahan ilmu”, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1.
Memperluas cakupan materi yang berkaitan dengan obyek bahasan.
2.
Membuat peta konsep dari pembahasan ini yang bertujuan untuk
memudahkan para pembaca memahami secara singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Jujun S. Suriasumantri
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantat Populer
Dengan Kata Pengantar
Andi Hakim Nasution
Langganan:
Postingan (Atom)