Kamis, 25 Mei 2017

Sejarah Angka Nol Dunia (Kelompok 9)


FILSAFAT ILMU MATEMATIKA DAN STATISTIKA (Kelompok 9)

MAKALAH FILSAFAT ILMU MATEMATIKA DAN STATISTIKA

Description: unnamed.png




DISUSUN OLEH:
Arif Herdiansyah : 2715162266
Elma Damayanti : 2715160955
Lulu Maulidil Hasanah : 2715165261



UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB



Tahun Ajaran 2017

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Filsafat Ilmu Matematika dan Statistika”.
Makalah ini telah dibuat dari berbagai pihak Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis  menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun bagi pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
       

Jakarta,  19 April 2017

Penyusun




DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................................................................ 3
BAB I   PENDAHULUAN
A. LatarBelakang....................................................................................................... 4
B. RumusanMasalah.................................................................................................. 4
C. TujuanPembahasan................................................................................................ 4
BAB II   PEMBAHASAN
            A.MATEMATIKA.................................................................................................... 5 B.STATISTIKA      10
BAB III   PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................ 13
            DaftarPustaka............................................................................................................ 14






BAB I
                                                               PENDAHULUAN        
A.    LATAR BELAKANG
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” ( buatan atau tidak alami)  yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Dimana jika matematika dijadikan sebagai bahasa penyampaian, maka hal itu tidak akan menimbulkan emosional karena jelas sifat dan maknanya. Matematika menjadikan ilmu itu berkembang dari pernyataan kualitatif menjadi kuantitatif.Ilmu ini menjadikan kita bisa menghemat kata dalam menjelaskan sesuatu dan mempermudahnya dengan perumpamaan lambang.
Sama halnnya dengan matematika, statistika juga ilmu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.Statistik memberi pernyataan umum terhadap suatu masalah dan bisa menjadi dasar peluang sutau kejadian untuk bisa terjadi.Data-data statistik menjadikan manusia dapat mengambil langkah selanjutnya untuk mengatasi permasalahan.Maka, disusunlah makalah ini sebagai dasar pengetahuan kita dalam memahami hakekat matematika dan statistika itu sendiri.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana matematika bisa menjadi media bahasa?
2.      Bagaimana sifat kuantitatif dari matematika itu sendiri?
3.      Bagaimana sejarah, tahap, perkembangan, dan peradaban matematika?
4.      Apa maksud dari matematika sebagai sarana berpikir deduktif?
5.      Apa saja aliran filsafat matematika?
6.      Apa pengertian statistika?
7.      Apa yang dimaksud dengan statistika sebagai sarana berpikir induktif dan apa saja karakteristiknya?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.         Agar kita dapat mengetahui bagaimana perkembangan matematika dilihat dari sejarah dan peradabannya.
2.         Agar kita dapat mengetahui hakikat fungsi matematika dalam dunia kelimuan
3.         Agar kita dapat mengetahui hakikat fungsi statistika dalam dunia kelimuan
4.         Agar kita dapat mengeatahui bagaimana matematika dan statistika hasil dari pemikiran yang mendalam (filsafat)
BAB II
PEMBAHASAN

1.      MATEMATIKA
A.    Matematika Sebagai Bahasa
                        Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial”( buatan atau tidak alami)  yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus mati.Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Lambang-lambang dari matematika dibikin secara artifisial dan individual yang merupakan perjanjian khusus untuk masalah yang dikaji. Sebuah obyek yang sedang kita telaah dapat dilambangkan dengan apa saja sesuai dengan perjanjian kita.
Umpamanya jika kita sedang mempelajari kecepatan jalan kaki seorang anak  maka obyek “kecepatan jalan kaki seorang anak”kita lambangkan dengan huruf “x”. Dalam hal ini maka “x” hanya memiliki satu arti yaitu “kecepatan jalan kaki seorang anak”. Demikian juga jika kita hubungkan “kecepatan jalan kaki seorang anak” dengan objek lain umpamanya “jarak yang ditempuh seorang anak”, dimana bisa kita lambangkan dengan huruf “y”, maka akan terjadi sebuah persamaan z = y/x. Dalam hal ini maka persamaan tersebut hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan antara x, y, dan z. Hal ini dapat menjadikan dasar bahwa pernyataan tematik mempunyai sifat yang jelas, spesifik, dan informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.

B.     Sejarah Perkembangan Matematika
            Griffits dan Howson (1974)sebagaimana dikutip oleh Jujun S. Suamantri, membagi sejarah perkembangan matematika menjadi empat tahap.Tahap yang pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan daerah sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotamia. Waktu itu matematika telah dipergunakan dalam perdgangan, pertanian, banguna,  dan usaha mengontrol alam seperti banjir. Tahap yang ke dua, matematika mendapatkan momentum baru dalam peradaban Yunani yang sangat memperhatikan aspek estetik dari matematika. Dapat dikatakan bahwa peradaban Yunani inilah yang meletakkan dasar matematika sebagai cara berfikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan defenisi tertentu. kaum cendekiawan Yunani, terutama mereka yang kaya, mempunyai budak belian yang mengerjakan pekerjaan kasar termasuk hal-hal yang praktis seperti melakukan pengukuran. Dengan demikian maka kaum cendikiawan ini dapat memusatkan perhatiannya kepada aspek estetik dari matematika yang merupakan symbol status dari golongan atas waktu itu.Perkembangan selanjutnya matematika berkembang di timur sekitar tahun 1000 M. dimana bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar.Tahap ke tiga gagasan-gagasan orang Yunani dan penemuan ilmu hitung dan al-Jabar itu dikaji kembali dalam zaman Renaissance yang meletakkan dasar bagi kemajuan matematika modern selanjutnya.Dan tahap ke empat matematika berkembang dengan pesat diujung abad 17 dan masa revolusi industry di abad ke -18.

C.     Sifat Kuantitatif dari Matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu pengukuran secara kuantitatif.Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Contohnya, kita hanya bisa mengemukakan bahwa logam yang dipanaskan akan memanjang. Namun, kita tidak bisa mengatakan dengan tepat berapa besar pertambahan panjangnya.Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran.Lewat pengukuran, kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahan panjangnya kalau dipanaskan.
Dengan mengetahui hal ini maka pernhyataanilmiah  yang berupa pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif seperti “sebatang logam kalau dipanaaskan akan memanjang” dapat diganti dengan pernyataan yang lebih eksak umpamanya :
Pt =  Po (1 + nt), dimana  Pt merupakan panjang logam pada tremperatur t, Po merupakan panjang logam  tersebut pada temperature nol dan n merupakan koefisien pemuai logam tersebut.
Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu.Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif.




D.    Matematika Sarana Berpikir Deduktif
Berpikir deduktif adalah  berpikir dengan cara menacari fakta-fakta umumnya terlebih dahulu baru kemudian menyimpulkannya secara khusus. Proses pengambilan kesimpulannya didasarkan pada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
Untuk menghitung jumlah sudut dalam segitiga tersebut kita mendasarkan kepada premis bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut-sudut yang dibentuk kedua garis sejajar tersebut dengan garis ketiga adalah sama. Premis yang kedua adalah bahwa jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis lurus adalah 180 derajat.
Dari contoh di atas kita dapat menyimpulkan bahwa secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu.Dari beberapa premis yang telah kita ketahui kebenarannya dapat ditemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.

E.     Tahap Perkembangan Matematika
Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap sistematika, komparatif, dan kuantitatif.Pada tahap sistematika, ilmu mulai menggolongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori tertentu.Penggolongan ini memungkinkan kita untuk menemukan ciri-ciri umum dari anggota-anggota yang menjadi kelompok tertentu.
Pada atahap komparatif artinya, melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain, kategori yang satu dengan kategori yang lain. Kita mulai mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan antara di berbagai obyek yang sedang kita kaji.
Tahap selanjutnya adalah tahap kuantitatif, dimana kita mencari hubungan sebab akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang kita kaji.

Memang tidak semua ahli filsafat setuju dengan pernyataan bahwa matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif. Namun pada dasarnya orang berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifa rasional yang kebenarannya tidak tergantung kepada pembuktian secara empiris karena perhitungan matematika bukanlah suatu eksperiment .Memang menurut akal sehat sehari-hari, kebenaran  matematika tidak ditentukan oleh pembuktian secara empiris, melainkan kepada proses penalaran deduktif. Disamping sarana berpikir deduktif yang merupakan aspek estetik, matematika juga merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada matematika..
Griffits dan Howson membagi sejarah perkembangan metematika menjadi 4 tahap.Dan bagi dunia keilmuan matematika berperan sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Suatu rumus yang jika ditulis dengan bahasa verbal memerlukan kalimat yang banyak sekali, dimana makin banyak  kata-kata yang di pergunakan maka makin besar pula peluang terjadinya salah informasi dan salah interprestasi. Maka dalam bahasa matematika cukup ditulis dengan model yang sederhana sekali.Matematika  sebagai bahasa mempunyai cirri sebagaimana di katakan oleh Morris Kline yakni bersifat ekonomis dengan kata-kata.
Kriteria kebenarandari matematika adalah konsisten dari berbagai postulat, definisi, dan berbagai aturan permainan lainnya.Maka, matematika sendiri tidak bersifat tunggal seperti juga logika.

F.      Beberapa Aliran dalam Filsafat Matematika
                        Dalam bagian terdahulu disebutkan dua pendapat tentang matematika yakni dari Immanuel Kant (1724-1804) yang berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik apriori dimana eksistensi matematika tergantung dari panca indra  serta pendapat dari aliran yang disebut logistik yang berpendapat bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris . Akhir-akhir ini filsafat Khant tentang matematika ini mendapat momentum baru dalam aliran yang disebut ‘instuisionis’ dengan eksponen utamanya adalah seorang ahli matematika berkebangsaan Belanda bernama Jan Rouwer (1881-1966).
                        Disamping 2 aliran ini terdapat pula aliran ketiga yang dipelopori oleh David Hilbert (1862-1925) dan terkenal dengan sebutan kaum formalis.Tesis utama kaum logistik adalah bahwa matematika murni merupakan cabang dari logika.Tesis ini mula-mula dikembangkan oleh Gottlob Frage (1848-1925) yang menyatakan bahwa hukum-hukum bilangan dapat di reduksikan ke proposisi-proposisi logika.Kaum formalis menolak anggapan kaum logistik yang menyatakan bahwa konsep matematika di reduksikan menjadi konsep logika. Mereka berpendapat bahwa banyak masalah-masalah dalam bidang logika yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan matematika. Bagi mereka matematika merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang.Kaum formalis menekankan kepada aspek formal dari matematika sebagai bahasa perlambangan dan mengusahakan konsisten dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang.
                        Tidak satu pun dari tiga aliran di atas sepenuhnya berhasil dalam usahanya.Walaupun demikian perbedaan pandangan ini tidak melemahkan perkembangan matematika justru sebaliknya dimana satu aliran menginspirasi kepada aliran-aliran lainya di titik-titik pertemuan yang disebut black sebagai kompromi yang bersifat ekleterik.kaum logistik mempergunakan simbol yang diperkembangkan oleh kaum formalis dalam kegiatan analisisnya.Kaum intuisionis memberikan titik tolak dalam mempelajari matematika dalam perspektif kebudayaan suatu masyarakat tertentu yang memungkinkan di perkembangkannya filsafat pendidikan yang sesuai.
G.    Matematika dan Peradaban
                        Matematika dapat dikatakan hampir sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Matematika merupakan bahasa artificial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah, untuk itu diperlukan usaha tertentu untuk menguasai matematika dalam bentuk kegiatan belajar dan matematika makin lama makin bersifat abstrak dan esoterik yang makin jauh dari tangkapan orang awam magis misterius. Bagi ilmu sendiri, matematika meyebabkan perkembangan yang sangat cepat. Tanpa matematika maka pengetahuan akan berhenti pada kualitatif yang tidak memungkinkan untuk meningkatkan penalarannya lebih jauh. Singkatnya bagi bidang keilmuan modern, matematika adalah sesuatu yang imperative sebagai sebuah saran untuk meningkatkan kemampuan penalaran deduktif.
                        Namun pihak lain yang tidak tahu tentang matematika ini sering menyebabkan suatu bidang keilmuan terpaku pada tahap kualitatif. Dimana tanpa mengurangi rasa penghargaan kita terhadapnya, tetap merupakan bidang keilmuan yang belum tumbuh sempurna.Bertrand Russell menyatakan ilmu kualitatif adalah masa kecil kuantitatif.Ilmu kuantitatif merupakan masa dewasa ilmu kualitatif dimana ilmu yang sehat seperti kita manusia adalah terus tumbuh dan mendewasa.
                        Angka tidak bertujuan menggantikan kata-kata.Pengukuran sekedar unsur dalam menjelaskan persoalan yang menjadi pokok-pokok analisis utama teknik matematika yang tinggi bukan merupakan penghalang untuk mengkomunikasikan pernyataan yang dikandungnya dalam kalimat-kalimat yang sederhana.Matematika merupakan sarana untuk mempermudah memahami suatu ungkapan ke dalam simbol, sehingga menghemat dari segi bahasa serta mudah dipahami. Matematika merupakan suatu cara yang paling mudah dalam memformulasikan hipotesa keilmuwan. Matematika memiliki ciri utama sebagai metode dalam penalaran.
2.  STATISTIKA
A. Pengertian Statistika
a.    Statistika adalah logika berpikir secara induktif, yaitu penarikan kesimpulan setelah dihadapkan kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus diamati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
b.    Statistika adalah ilmu tentang cara mengumpulkan, menabulasi, menggolong-golongkan, menganalisis, dan mencari keterangan yang berarti dari data yang berupa angka.
c.    Statistika adalah pengetahuan yang berhubungan dengan pengumpulan data, penyelidikan dan kesimpulannya berdasarkan bukti, berupa catatan bilangan (angka-angka).
Hampir sama dengan logika matematika, statistika selain berupa angka-angka, ia juga merupakan bidang keilmuwan yang memberi arti pada lambang, formula, dan teorema. Ia seperti tata buku, selain merupakan kumpulan berbagai prinsip dan metode, namun ia juga berarti rekening, neraca, dan perhitungan pendapatan. Bidang keilmuwan statistika adalahsekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisa data dalam mengambil suatu kesimpulan.Perbedan antara matematika dan statistika terletak pada logika yang digunakan.Matematika menggunakan logika deduktif, sedangkan statistika menggunakan logika induktif.
Peluang merupakan  dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa  dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang di kembangkan sarjana muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang.
Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang di telaah dalam suatu populasi tertentu. Abraham Demoivre(1667-1754)  mengembangkan teori galat atau kekeliruan (Theory of error). Pada tahun 1757 Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu variabel dalam suatu frekuensi yang cukup banyak. Pierre simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal. Sebuah konsep yang mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika di samping teori peluang.

B. Statistika dan Cara Berfikir Induktif
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya.Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dimana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut.Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Kalau kita telaah lebih dalam maka pengujian merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan.
Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan sedangkan k=logika induktif berpaling kepada statistika. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang di tarik adalah benar sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah.Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Yang dapat kita katakan adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang  untuk benar. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung tingkat ini denga eksak.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang di ambil maka semakin tinggi tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.Sebaliknya makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya.
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris.Statistika berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan kita dalam menarik kesimpulan dengan jalan menghindarkan hubungan semu yang bersifat kebetulan.
Terlepas dari semua itu maka dalam penarikan kesimpulan secara induktif kekeliruan memang tidak bisa dihindarkan. Dalam kegiatan pengumpulan data kita terpaksa mendasarkan diri kepada berbagai alat yang pada hakikatnya juga tidak terlepas dari cacat yang  berupa ketidak telitian dalam pengamatan. Panca indera manusia sendiri tidak sempurna  yang bisa mengakibatkan  berbagai kesalahan dalam pengamatan kita. Demikian juga dengan alat-alat yang dipergunakan, semua tak ada yang sempurna.
Penarikan kesimpulan secara statistik memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis, dimana tanpa statistika hal ini tak mungkin dapat dilakukan.Karakteristik yang dipunyai statistika ini sering kurang dikenali dengan baik yang menyebabkan orang sering melupakan pentingnya statistika dalam penelaahan keilmuan. Secara hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dalam penarikan kesimpulan induktif seperti matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif.

C. Karakteristik Berpikir Induktif
Kesimpulan yang didapat dalam berpikir deduktif merupakan suatu hal yang pasti, dimana jika kita mempercayai premis-premis yang dipakai sebagai landasan penalarannya, maka kesimpulan penalaran tersebut juga dapat kita percayai kebenarannya sebagaimana kita mempercayai premis-premis terdahulu.Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik.
Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut.Dasar dari teori statistika adalah teori peluang.Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannya statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teoritis dan statistika terapan. Statistika teoritis merupakan pengetahuan yang mengkaji dasar-dasar teori statistika, dimulai dari teori penarikan contoh, distribusi, penaksiran dan peluang.Statistika terapan merupakan penggunaan statistika teoritis yang disesuaikan dengan bidang tempat penerapannya.Penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan sah.







BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
          Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” ( buatan atau tidak alami)  yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu pengukuran secara kuantitatif.Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif.
Statistika adalah logika berpikir secara induktif, yaitu penarikan kesimpulan setelah dihadapkan kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang harus diamati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang .Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri.Menurut bidang pengkajiannya statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teoritis dan statistika terapan.


















DAFTAR PUSTAKA

Suriasumantri, Jujun. S. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan



Minggu, 14 Mei 2017

Presentasi Filsafat Ilmu "Bahasa" (kelompok 8)

Makalah Kelompok 8


Makalah Filsafat Ilmu
“BAHASA”


  
  
Disusun Oleh :
Kelompok 8

Fachry Razak  (2715163658)
Fitri Hanifi      (2715163203)
Haninah           (2715160826)


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB






Kata Pengantar

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah Memberikan rahmat-Nya yang berupa keimanan, kesehatan dan keselamatan sehingga kami dapat menyelesaikan susunan makalah yang berjudul “Bahasa di dalam Ilmu Filsafat” . Penulisan ini diajukan guna menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Jakarta.
      Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca, mahasiswa, dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



Jakarta, 2 Mei 2016





                                                                                               
           
           
Daftar Isi

Halaman Judul…………………………………………………………………………………….1
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….2
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..3
BAB 1. Pendahuluan
A.    Latar Belakang…………………………………………………………………………….4
B.     Rumusan Masalah…………………………………………………………………………5
C.     Tujuan……………………………………………………………………………………..5
BAB 2 Pembahasan
A.    Pengertian Bahasa………………………………………………………………….……...6
B.     Fungsi Bahasa……………………………………………………………………….…….8
C.     Bahasa Sebagai Berpikir Ilmiah…………………………………………………….……..9
D.    Hubungan Bahasa dan Filsafat…..………...……………………………………………..11
E.     Beberapa Kekurangan Bahasa…………………………………………………………...13
BAB 3 Penutup
A.    Kesimpulan………………………………………………………………………………16
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………...…….....17









BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
            Kemampuan berbahasa merupakan ciri khusus pada manusia. Manusia sebagai mahluk sosial, dalam kehidupannya sudah dapat dipastikan akan berhubungan dengan orang lain atau bermasyarakat yang memiliki kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan dengan orang lain dalam berinteraksi. Contohnya: kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, dan kita ingin mencintai dan dicintai yang dapat dipenuhi dengan adanya komunikasi.
Manusia dapat berkomunikasi dengan baik melalui penguasaan dan penggunaan bahasa. Dimana bahasa merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, karena manusia akan selalu membutuhkan orang lain dan tidak bisa hidup sendiri. Bahasa dijadikan alat untuk menyampaikan, mengekspresikan atau menjelaskan sesuatu yang dapat dimengerti atau dipahami oleh orang lain. Bahasa yang digunakan merupakan suatu bukti kegiatan intelektual manusia. Manusia tidak akan mencapai puncak kedewasaannya sebagai mahluk yang rasional yang dapat dipisahkan dari keahliannya berbahasa. Sehingga manusia berbahasa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kemampuannya masing-masing.
Menurut Sunaryo (2000 : 6), ilmu tanpa adanya bahasa tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berpikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berpikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas dan memahami bahasa dalam filsafat ilmu yang akan diuraikan dalam makalah ini dengan judul “Bahasa”.
B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian bahasa?
2. Apa kurangnya bahasa?
3. Bagaimana peran bahasa dalam kehidupan manusia?
4. Bagaimana hubungan bahasa manusia dengan makhluk hidup lainnya?
5. Bagaimana hubungan bahasa dengan pengetahuan?
C.     Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mendeskripsikan pengertian bahasa
2. Memaparkan peran penting bahasa dalam kehidupan manusia
3. Menjelaskan hubungan bahasa manusia dengan makhluk hidup lainnya
4. Menjelaskan korelasi antara bahasa dengan pengetahuan
5. Menjelaskan kurangnya peran bahasa dalam kehidupan sehari-hari




BAB II
Pembahasan

A.    Pengertian Bahasa
            Apakah Sebenarnya Bahasa?
            Pertama-tama bahasa dapat dicirikan sebagai rangkaian bunyi. Dan bunyi adalah alat untuk berkomunikasi, berkomunikasi itu sendiri bisa digunakan dengan bahasa isyarat atau yang biasa disebut dengan komunikasi verbal. Seperti mereka yang tidak dianugerahi kemampuan bersuara harus mempergunakan alat komunikasi yang lain dan bisa kita lihat pada orang yang bisu. Kedua, bahasa merupakan lambang dimana rangkaian bunyi membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata dilambangkan suatu obyek tertentu, seperti gunung dan seekor burung merpati. Perkataan gunung dan burung merpati sebenarnya merupakan lambang yang kita berikan kepada dua obyek tersebut.
            Manusia mengumpulkan lambang-lambang dan penyusunan apa yang kita kenal sebagai perbendaharaan kata-kata. Perbendaharaan ini pada hakikatnya merupakan akumulasi pengalaman dan pemikiran mereka. Artinya dengan perbendaharaan kata-kata yang mereka punyai, maka manusia dapat mengkomunikasikan segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Perkataan “sputnik” atau”laser” belum ada perbendaharaan kata-kata nenek moyang kita, sebab pemikiran mereka waktu itu belum sampai kesana. Perkataan ini baru akhir-akhir ini saja melengkapi perbendaharaan kata-kata kita. Demikian juga degan perkataan “asoy” dan “slebor” perkataan ini muncul untuk melambangkan satu pengalaman tertentu, yang terutama dialami oleh orang muda.
Adanya bahasa ini memungkinkan untuk memikirkan sesuatu dalam benak kepala kita, meskipun obyek yang sedang kita pikirkan tersebuttidak berada didekat kita kita. Di kamar kecil kita bisa memikirkan soal aljabar kita atau merencanakan apa yang kita lakukan setelah nanti kita makan malam.Lain pula dengan binatang, karena mereka tidak mempunyai bahasa seperti,apa yang kita punyai, maka mereka baru bisa berpikir jika obyek itu berada di depan matanya.
Jadi dengan bahasa bukan saja manusia dapat berfikir secara teratur namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain. Namun bukan itu saja, dengan bahasa kita pun dapat mengeskspresikan sikap dan perasaan kita. Contoh, seorang bayi bila dia sudah kenyang dan hatinya pun sangat senang, dia mulai membuka suara. Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dunia yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Bila binatang hidup menurut naluri mereka, dan hidup dari waktu ke waktu berdasarkan fluktuasi biologis dan fisiologis mereka, maka manusia mencoba menguasai semuanya.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi bahasa menurut para ahli:
1.      Menurut Wittgenstein, bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis

2.      Ferdinand De Saussure, bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain

3.      Plato, bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut

4.      Carrol, bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia.

Sehingga dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.
B.     Fungsi Bahasa
Para pakar telah berselisih pendapat dalam hal fungsi bahasa. Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat.
Walaupun tampak perbedaan tetapi saling melengkapi. Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah:
1)        Koordinator kegiatan-kegiatan masyarakat.
2)        Penetapan pemikiran dan pengungkapan.
3)        Penyampaian pikiran dan perasaan.
4)        Penyenangan jiwa.
5)        Pengurangan kegoncangan jiwa.
Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut:
·         Fungsi Instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makan, minum dan sebagainya.
·         Fungsi Regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.
·         Fungsi Interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain.
·         Fungsi Personal : seseorang mengunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.
·         Fungsi Heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
·         Fungsi Imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).
·         Fungsi Representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.
Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa yaitu simbolik, emotif dan afektif. Fungsi simbolik dan emotif menonjol dalam komunikasi ilmiah, sedangkan fungsi afektif menonjol dalam komunikasi estetik.
Sedangkan Buhler membedakan fungsi bahasa kedalam bahasa ekspresif, bahasa konatif, dan bahasa representasional. Bahasa ekspresif yaitu bahasa yang terarah pada diri sendiri yakni si pembicara; bahasa konatif yaitu bahasa yang terarah pada lawan bicara; dan bahasa representasional yaitu bahasa yang terarah pada kenyataan lainnya, yaitu apa saja selain pembicara atau lawan bicara.

C.    Bahasa sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Ada dua hal yang harus diperhatikan masalah sarana ilmiah, yaitu pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berpikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berpikir imiah ini sangat berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Semua itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana berpikir.
Berpikir ilmiah, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya yang lebih luas, bertujuan memperoleh pengetahuan yang benar atau pengetahuan ilmiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, kita manusia jelas memerlukan sarana atau alat berpikir ilmiah. Sarana ini bersifat niscaya, maka aktivitas keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut.

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi langkah-langkah (metode) ilmiah, atau membantu langkah-langkah ilmiah, untuk mendapatkan kebenaran. Dengan perkataan lain, sarana berpikir ilmiah memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah dengan baik, teratur dan cermat. Oleh karena itu, agar ilmuwan dapat bekerja dengan baik, dia mesti menguasai sarana berpikir ilmiah.

Ada tiga sarana berpikir ilmiah, yakni bahasa, matematika, dan statistika. Bahasa, dalam konteks ini, memungkinkan manusia berpikir secara abstrak, sistematis, teratur dan terus-menerus dan menguasai pengetahuan. Dengan bahasa, manusia—berbeda dari binatang—bisa memikirkan dan membicarakan objek-objek yang tidak berada di depan matanya. Kehidupan dunia yang kompleks dibahasakan dalam penyataan-pernyataan yang sederhana dan bisa dimengerti. Bahasa pun menjadikan kita dapat mengomunikasikan pengetahuan kepada orang lain.

Ringkasnya, bahasa membantu ilmuwan berpikir ilmiah, yaitu berpikir induktif dan deduktif. Dengan perkataan lain, bahasa menjadi alat baginya untuk menarik kesimpulan-kesimpulan induktif maupun deduktif. Bahasa memungkinkan ilmuwan melaksanakan silogisme dan menarik kesimpulan atau pengetahuan ilmiah.
·         Ciri-ciri Bahasa Ilmiah
Dalam komunikasi ilmiah, tentu yang dipakai adalah bahasa ilmiah, lisan maupun tulisan. Bahasa ilmiah berbeda dengan bahasa sastra, bahasa agama, bahasa percakapan sehari-hari, dan ragam bahasa lainnya. Bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu informatif, reproduktif atau intersubjektif, dan  antiseptik. Informatif berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalahpahaman.
Maksud ciri reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya. Menurut Kemeny, antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.

Slamet Iman Santoso dalam Jujun S. Suriasumantri  (199:227) mengimbuhkan bahwa bahasa ilmiah itu bersifat deskriptif (descriptive language). Artinya, bahasa ilmiah menjelaskan fakta dan pemikiran; dan pernyataan-pernyataan dalam bahasa ilmiah bisa diuji benar-salahnya. Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen (1990:123) menambahkan ciri intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi para pemakainya.

D.    Hubungan Bahasa Dengan Filsafat
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa di antara fungsi bahasa ialah sebagai alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain. Setiap gagasan yang dihasilkan seseorang tidak akan diketahui oleh khalayak manakalah tidak dikomunikasikan melalui bahasa.
Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan antarmanusia, tetapi jangan lupa, bahasa pun mampu mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya, bahwa bahasa merupakan aspek terpenting dari kehidupan manusia. Sekelompok manusia atau bangsa yang hidup dalam kurun waktu tertentu tidak akan bisa bertahan jika dalam bangsa teresbut tidak ada bahasa. Kearifan melayu mengatakan : “bahasa adalah cermin budaya bangsa, hilang budaya maka hilang bangsa”. Jadi bahasa dalah sine qua non, suatu yang mesti ada bagi kebudayaan dan masyarakat manusia.
Karena itu, siapa pun orang akan senantiasa melakukan relasi yang erat dengan bahasa. Seorang filosofi, misalnya, ia akan senantiasa bergantung kepada bahasa. Fakta telah menunjukkan bahwa ungkapan pikiran dan hasil-hasil perenungan filosofis seseorang tidak dapat dilakukan tanpa bahasa. Bagaimanapun alat paling utama dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosof (ahli filsafat) tidak mungkin bisa mengungkapkan perenungan kefilsafatannya kepada orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang buah pikiran kefilsafatan.
Louis o. Katsooff berpendapat bahawa suatu system filsafat sebenarnya dalam arti tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai suatu upaya penyusunan bahasa tersebut. Karena itu filsafat dan bahasa senantiasa akan beriringan, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ia bagaikan gula dengan manisnya. Keduanya memiliki cinta yang sejati, sebuah cinta yang tidak mengetengahkan dimiliki dan memiliki. Hal ini karena bahasa pada hakikatnya merupakan sistem symbol-simbol. Sedangkan tugas filsafat yang utama adalah mencari jawab dan makna dari seluruh symbol yang menampakkan diri di alam semesta ini. Bahasa juga adalah alat untuk membongkar seluruh rahasia symbol-simbol tersebut.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki hubungan atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hokum kausalitas (sebab musabbab dan akibat) yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah seorang filosof (ahli filsafat), baik secara langsung maupun tidak, akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun. Bahkan akhir-akhir ini “bahasa” telah dijadikan sebagai objek yang sangat menarik bagi perenungan, pembahasan dan penelitian dunia filsafat. Hal ini selain bahasa memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek penelitian filsafat, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks. Salah satu kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara tuntas dan sempurna, sebagaimana mata tidak dapat melihat dirinya sendiri.
Realitas semacam itulah, barangkali yang mendorong para filosof dari tradisi realisme di inggris mengalihkan orientasi kajian kefilsafatannya pada analisis bahasa seperti yang telah dilakukan oleh george more (1873-1958), bertrand russel (1872-1970), ludwig wittgenstein (1889-1951), alfref ayer (1910- ), dan yang lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok ini sering dikelompokkan sebagai aliran baru dalam filsafat, yaitu aliran filsafat analisis bahasa atau filsafat analitis.
Sebagaimana dijelaskan bahwa filsafat bahasa bahasa adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Hubungan bahasa dengan filsafat telah lama menjadi perhatian para filsuf bahkan sejak zaman yunani. Para filsuf mengetahui bahwa berbagai macam problem filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa.

E.     Beberapa Kekurangan Bahasa
Sebagai sarana komunikasi ilmiah maka bahasa mempunyai kekurangan. Kekurangan ini pada hakikatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif, dan simbolik. Dalam komunikasi ilmiah kita ingin menggunakan aspek simbolik saja dari ketiga fungsi tersebut tadi dimana kita mengkomunikasikan informasi tanpa kaitan emotif dalam afektif. Dalam kenyataan hal ini tidak mungkin: bahasa verbal mau tidak mau mengandung ketiga unsur  yang bersifat emotif, afektif, dan simbolik tadi.
Karena fungsi dan peranan bahasa begitu luas dan kompleks bagi kehidupan umat manusia, maka kita akan diperhadapkan pada kesulitan yang sangat berarti mengenai bahasa. Kesulitan itu ialah, bahasa bahasa dalam realitasnya memiliki kelemahan-kelamahan. Kelemahan-kelamahan itu ditimbulkan oleh si pemakai bahasa atau kelemahan yang timbul dari diri bahasa itu sendiri. Diantara kelemahan-kelemahan dari bahasa itu akan diurai dalam pembahasan berikut ini :
Pertama, bahasa sebagai suatu system symbol ternyata tidak dapat mengungkap seluruh realitas yang ada di dunia ini. Ketidakmampuannya itu karena realitas-realitas itu pada dasarnya merupakan symbol-simbol yang mesti diberi makna. Juga seperti yang diungkapkan wittgenstein, bahwa karena bahasa merupakan gambar dunia, subjek yang menggunakan bahasa tidak termasuk menggambarkan dunia. Seperti mata tidak dapat diarahkan kepada dirinya sendiri, demikian juga subjek yang menggunakan bahasa tidak dapat mengarahkan bahasa kepada dirinya sendiri.
Kedua, bahasa ketika digunakan oleh pengguna bahasa seringkali memiliki kecendrungan emosional dan tidak terarah. Meskipun bahasa digunakan dalam konteks ilmiah. Kita sering mengemukakan kata-kata (bahasa) yang digunakan dalam perdebatan ilmiah kurang mengandung arti yang pasti dan rasional yang dapat berakibat timbulnya tidak masuk akal, terutama apabila suatu argument tergantung pada rangsang emosi dan tidak memberikan informasi yang logis.
Ketiga, sering dijumpai ungkapan-ungkapan bahasa dimanipulasi demi kepentingan-kepentingan tertentu, seperti kepentingan kampanye politik, ras, suku, doktrin ajaran tertentu, dan lain-lain. Dalam ilmu bahasa peristiwa itu lazim disebut dengan istilah “eufemisme” bahasa, yaitu ungkapan yang lebih luas sebagai pengganti yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan atau tidak menyenangkan, misalnya kata “meninggal dunia” untuk mati, wanita untuk “perempuan”, ”kupu-kupu malam” untuk “wanita pelacur”, dan “tuna wisma” untuk orang yang tidak memiliki tempat tinggal.
Keempat, suatu ungkapan bahasa sering dijumpai menibulkan arti ganda, karena tidak semua ungkapan bahasa mampu melukiskan satu arti. Kegandaan arti tersebut biasanya ditimbulkan oleh istilah-istilah yang goyah atau lemah rumusan atau masalahnya.
Kelima, ungkapan bahasa sering juga menimbulkan banyak arti atau arti yang sama. Penggunaan istilah untuk lebih dari satu arti, sementara kesan yang diberikan untuk mengatakan hanya satu arti yang sama dalam perdebatan. Kekeliruan atau kelemahan tadi adalah akibat dari anggapan yang salah bahwa kata itu digunakan sepanjang diskusi tertnetu untuk memberikan arti yang tunggal.
Keenam, bahasa tidak selamanya mampu memberikan respon, seperti selama ini dianggap sebagian besar orang bahwa ungkapan-ungkapan bahasa yang dilontarkan akan senantiasa memebrikan respons sesuai dengan keinginan si pemakai. Tetapi dalam kenyataannya sering uangkapan-ungkapan bahasayang dilontarkan oleh si pemakai tidak memberikan respons sebagaimana yang diinginkan. Seorang perjaka, misalnya, ia menegur seorang gadis cantik yang selama ini ia idam-idamkan. Tetapi karena kgadis terebut tidak mencintainya, maka teguran dan sapaan tidak direspons sesuai dengan yang diharapkan. Bagi si perjaka mungkin sapaan tersebut merupakan ungkapan rasa cinta, tapi bagi si gadis ungkapan itu dianggap teguran biasa disamping jalan.
Ketujuh, anggapan bahwa setiap ide yang akan diungkapkan oleh pemakai bahasa itu ada kata atau istilah yang tersedia. Mereka yang berpandangan seperti ini, mengidentifikasikan arti sebuah istilah atau ungkangapn dengan ide-ide yang menimbulkan dan juga ditimbulkan oleh ungkapan atau istilah tersebut. Padahal dalam ungkapan sehari-hari kita sering menjumpai ungkapan-ungkapan atau kata-kata yang tidak ditimbulkan oleh ide apapun. Misalnya, ungkapan penghubung “yang”, ungkapa pengandaian “jika” “dan yang lainnya (kata-kata semacam itu dinamakan syntegorematic), yaitu kata-kata yang tidak dapat dikatakan timbul ole hide-ide tertentu.
Kedelapan, banyak orang yang beranggapan bahwa setiap kata yang diungkapkan itu me-refer atau mengacu kepada suatu objek yang konkrit, empiris, dan dapat dibuktikan secara empiric. Padahal banyak kata-kata yang dijumpai dalam kehidupan kita sehari-hari yang tidak mengacu kepada objek yang konkrit ada di dunia. Misalnya, ungkapan kata “al- jannah” (surga) dan “al-nar” (neraka) yang diambil dari untaian firman tuhan dalam kitab suci. Kata-kata ini susah untuk dibuktikan sebagai sesuatu ungkapan yang mengacu kepada dunia konkri. Bahkan mungkin untuk sebagian orang yang tidak mempercayainya ungkapan-ungkapan itu hanyalah ungkapan kosong yang tidak mengandung makna apapun.




BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan

1.         Bahasa sebagai alat komunikasi bagi manusia memiliki keteraturan. Keteraturan bahasa ini dapat dipelajarai dalam ilmu bahasa atau linguistik.

2.         Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.

3.      Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah, yaitu ada dua hal yang harus diperhatikan masalah sarana ilmiah, yaitu pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berpikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik

4.      Bahasa dan filsafat memiliki hubungan atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hokum kausalitas (sebab musabbab dan akibat) yang tidak dapat ditolak kehadirannya

5.      Kekurangan bahasa pada hakikatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif, dan simbolik.





Daftar Pusaka
                                                                                                                                        

3.      Jujun S., Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009.