Kamis, 16 Maret 2017

Presentasi Kelompok 2

 Link PPT :
https://youtu.be/fDbtRmP7iUs


FILSAFAT ILMU

Dasar-dasar Pengetahuan

Penalaran dan Logika


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Semester 106 dengan dosen pengampu:

Prof. Dr. H. Aceng Rahmat, M.Pd





Disusun :


Arellia Yulyniar Jasmine                                                2715162784
Elsa Dwi Farhani                                                           2715162072
Melati Junita Afriati                                                        2715161459
Nurcahyani                                                                    2715160581


Prodi Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Negeri Jakarta
2017




Kata Pengantar

         Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya  kami dapat menyelesaikan makalah tentang "Dasar-Dasar Pengetahuan" ini. Solawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
        Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas dari mata kuliah filsafat ilmu yang diampu oleh Bapak Aceng Rahmat. Disamping itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini.
        Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

                                                                             Jakarta, Maret 2017

                                                                                Tim Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Secara etimologi pengetahuan yang dalam bahasa inggris yaitu knowledge adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Sedangkan secara terminologi, menurut Drs. Sidi Gazaliba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan tahu. Loren Bagus dalam kamus filsafatnya menjelaskan bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.
               Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada di luar akal.
               Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan kelangsungan hidupnya. Dia memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu. Manusia mengembangkan kebudayaan; manusia memberi makna kepada kehidupan; manusia “memanusiakan” diri dalam hidupnya; dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini : semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia itu dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuan; dan pengetahuan ini jugalah yang mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi ini.
               Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Namun dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan itu di dapat. Dari sana timbul pertanyaan bagaimana kita memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan didapat. Terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pengetahuan, misalnya ia dapat melakukannya dengan jalan bertanya kepada orang lain (yang memiliki otoritas) yang dianggapnya lebih tahu, atau ia dapat melakukannya melalui indra, akal sehat, intuisi atau dengan coba-coba.
               Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang tidak selalu sama. Oleh sebab itu, kegiatan proses berfikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran yang merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
               Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan melalui kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan Pascal, hatipun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi, penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
               Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika penarikan kseimpulan dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika.
               Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan sebagai teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.

1.2       Rumusan Masalah

Dari beberapa hal yang telah diungkapkan dalam  latar belakang di atas didapatkan suatu rumusan masalah:
1.      Apakah pengertian penalaran itu?
2.      Apakah pengertian logika itu?

1.3       Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian penalaran
2.      Untuk mengetahui pengertian logika.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Penalaran

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiata merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan bahwa hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiao jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini maka dapat kita katakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis di sini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu, atau dengan kata lain, menurut logika tertentu. Hal yang patut kita sadari ialah bahwa berpikir logis itu mempunyai konotasi yang bersifat jamak (plural) dan bukan tunggal (singular). Suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis ditinjau dari suatu logika yang lain. Hal ini sering menimbulkan gejala apa yang dapat kita sebut sebagai kekacauan penalaran yang disebabkan oleh ketakkonsistenan kita dalam mempergunakan pola berpikir tertentu.
            Ciri penalaran yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya.
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis, dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut
adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya sendiri pula. Sifat analitik ini,
                                     
kalau kita kaji lebih jauh, merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.[8]
            Penalaran tidak terlepas dari imajinasi seseorang yang merupakan kemampuan untuk merangkaikan rambu-rambu pikiran menurut sebuah pola tertentu. Dalam penyusunan hipotesis, umpamanya, seorang ilmuwan berdasarkan data-data yang ada secara imajinatif mampu megembangkan hipotesis yang baru, berdasarkan vis imaginativa: kejeniusan seorang ilmuwan. Kebenaran dalam agama, menurut Randall dan Buchler, tidaklah merupakan kebenaran yang bersifat harfiah (literal) atau faktual, melainkan bersifat simbolik atau moral atau imajinatif.
            Seperti telah kita sebutkan di muka, tidak semua kegiatan berpikir mandasarkan diri kepada penalaran. Berdasarkan kriteria penalaran tersebut di atas maka dapat kita katakan bahwa tidak semua kegiatan bepikir bersifat logis dan analitis. Atau lebih jauh dapat kita simpulkan: cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis dan tidak analitik. Dengan demikian maka kita dapat membedakan secara garis besar ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir yang bukan berdasarkan penalaran. “Merasa” merupakan suatu cara penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. Dalam hal penalaran kita belum berbicara mengenai materi dan sumber pengetahuan tersebut, sebab seperti kita telah katakan, penalaran hanya
merupakan cara berpikir tertentu. Untuk melakukan kegiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari suatu sumber kebenaran.
            Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu (2006:12) mengatakan; Ada 2 cara pokok mendapatkan pengetahuan dengan benar: pertama, mendasarkan diri dengan rasio. Kedua, mendasarkan diri dengan pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan rasionalisme, dan pengalaman mengembangkan empirisme. Kaum rasionalis mengembangkan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dari ide
yang diangapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukan ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sudah ada, jauh sebelum manusia memikirkannya (idelisme).
            Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham yang kemudian disebut sebagai rasionalisme. Sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme. Ada dua macam penalaran, yaitu :

1)      Penalaran Langsung
Penalaran langsung merupakan penalaran yang premisnya hanya sebuah proposisi dan langsung disusul dengan proposisi lain sebagai kesimpulannya. Penalaran langsung ditarik hanya dari satu premis saja. Penarikkan konklusi secara langsung dapat memberikan keterangan yang lengkap tentang proposisi yang diberikan, yaitu dengan menyatakan secara eksplisit apa-apa yang telah dinyatakan secara implisit didalam premis.
Contoh : semua bintang film memakai sabun Lux (S=P)
Jadi, sebagian pemakai sabun Lux adalah bintang film
Istilah penalaran langsung berasal dari Aristoteles untuk menunjukkan penalaran, yang premisnya hanya terdiri dari sebuah proposisi saja. Konklusinya ditarik langsung dari proposisi yang satu itu dengan membandingkan subjek dan predikatnya.

2)      Penalaran tidak langsung
Penalaran tidak langsung, penarikan konklusinya atas lebih dari satu proposisi. Konklusinya ditarik dari dua premis. Contoh: Semua mahasiswa adalah anak pintar. Dina adalah mahasiswa. Dina adalah anak pintar.

2.2       Metode Penalaran

Penalaran ilmiah pada dasarnya merupakan gabungan penalaran deduktif (rasionalisme) dan induktif (empirisme). Metode berpikir induktif (rasionalisme) adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.   Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Metode Deduktif dibuat dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus ( premis mayor, premis minor ).    
            Induksi merupakan cara berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan–pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi dan diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis, yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental.
Contoh :          -   kambing mempunyai mata    
-      gajah mempunyai mata
-      demikian pula kucing, singa, dll.
-      Jadi semua binatang mempunyai mata.
            Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir, yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan
merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Kalau ditanyakan apakah kesimpulan itu benar, maka hal ini harus dikembalikan kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Jika kedua premis yang mendukungnya benar, maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, ini akan terjadi kalau cara penarikan kesimpulan itu salah. Jadi kebenaran suatu kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan kebenaran pengambilan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut adalah salah maka kesimpulannya sudah pasti akan salah. Kesimpulan yang berupa pengetahuan baru bahwa a sama dengan c pada hakekatnya bukan merupakan pengetahuan baru dalam arti yang sebenarnya, melainkan sekedar konsekuensi dari dua pengetahuan yang sudah kita ketahui sebelumnya, yakni bahwa a sama dengan b dan b sama dengan c. Kebenaran baru yang didapatkan lewat penalaran deduktif ini dinamakan kebenaran tautologis.
Contoh :  -  Semua mahluk mempunyai mata (premis mayor).
-  Syarifah adalah seorang mahluk (premis minor)
-  Jadi Syarifah mempunyai mata (kesimpulan)


2.3       Kesesatan dalam Penalaran
            Kesalahan logis (fallacy) bukanlah kesalahan dalam fakta, misalnya: “Pangeran Diponegoro wafat tahun 1950”, tetapi merupakan bentuk kesimpulan yang dicapai atas dasar logika atau penalaran yang keliru, seperti: “Dadang lahir di bawah bintang Scorpio, maka hidupnya akan penuh penderitaan”. Ada beberapa kesalahan logis yang kerapkali muncul dalam penalaran yang dilakukan oleh individu, yaitu:
·         Generalisasi tergesa-gesa (Fallacy of Dramatic Instance).
·         Deduksi cacat.
·         Argumen ad Hominem.
·         Post hoc ergo propter hoc.
·         Argumentum ad Novitatem/Antiquatem (fallacy of retrospective/future determinism).
·         Argumentum ad Verecundiam.
·         Argumentum ad Ignorantiam.

2.4       Logika
Istilah logika diambil dari bahasa Yunani logikos, yang berarti ‘mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal (pikiran), mengenai kata, mengenai percakapan, atau berkenaan dengan bahasa (Jan Hendrik Rapar, 2005: 52). Dalam bahasa Latin logika disebut dengan logos, berarti perkataan atau sabda (Mundiri, 2003: 8). Orang Arab biasanya menyebut logika ini dengan kata mantiq, yang diambil dari kata ‘nataqa’. Kata ‘mantiq’ lazim digunakan dengan berkata atau berucap. Istilah ‘mantiq’ juga diartikan sebagai hukum yang memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berpikir.
Poedjawijatna (1996: 15) menjelaskan bahwa logika merupakan kajian filsafat yang mengkaji manusia yang biasanya dikenal dengan filsafat budi, dimana budi disini adalah akal sebagai alat penyelidikan dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan.
Dengan memeperhatikan definisi-definisi logika yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas, maka pada umumnya memiliki persamaan, bahwa yang disebut dengan logika adalah cabang filsafat yang membahas tentang asas-asas, aturan-aturan, dan prosedur dalam mencapai pengetahuan yang benar, yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu.
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan : Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Contoh :
kupu-kupu mengalami fase metamorfosa. Karena sebelum menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui yaitu yang pertama fase telur kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi kepompong dan selanjutnya menjadi kupu-kupu.
Penyimpulan di atas dikatakan penyimpulan yang sah karena sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat (masuk akal).


2.4.1 Pengertian Deduksi
Deduksi berasal dari bahasa inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan umum, menemukan yang khusus dari yang umum. (Kamus umum bahasa Indonesia hal. 273 W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka, 2006)
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir silogisme yang secara sederhana digambarkan sebagai penyusun dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh penarikan kesimpulan berdasarkan metode deduktif adalah sebagai berikut :
Semua makhluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidup  (premis mayor)
Anton adalah seorang makhluk hidup (premis minor)
Jadi, Anton perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (kesimpulan)


2.4.2          Pengertian Induksi
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menemukan hukum. (Kamus umum bahasa Indonesia hal. 444 W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka, 2006)
Induksi adalah ilmu eksakta mengumpulkan data – data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar itu menyusun suatu ucapan umum. Observasi dan eksperimen dilakukan untuk mengenai gejala-gejala dengan tepat dan saksama, sedang hipotesis dan induksi membuat rumusan dari hukum-hukumnya. 
Metode berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang  bersifat umum.
Contoh dari induksi :
1.      Kuda sumba punya jantung
2.      Kuda Australia punya sebuah jantung
3.      Kuda amerika punya sebuah jantung
4.      ….
Jadi, setiap kuda punya sebuah jantung


2.4.3          Hubungan Logika dengan Deduksi
 Menurut Langeveld, logika itu adalah kepandaian untuk memutuskan secara jitu. Logika mempelajari syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengambil kesimpulan secara benar; atau untuk menghasilkan pengetahuan yang bersifat ilmiah. Unsur utama logika adalah pemikiran dan keputusan.
Hubungan logika dan Deduktif sering disebut juga Logika Deduktif atau penalaran deduktif. Penalaran Deduktif adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif dan valid hanya jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekunsi logis dari premis – premisnya.
Contoh :
Semua makhluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidup  (premis mayor)
Anton adalah seorang makhluk hidup (premis minor)
Jadi, Anton perlu makan untuk mempertahankan hidupnya  (kesimpulan)

2.4.4          Hubungan Logika dengan Induksi
Hubungan Logika dan Induksi ini sering disebut juga Logika Induksi atau penalaran induktif. Penalaran induktif adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Dimulai dengan mengemukakan pernyataan – pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas sebagai argumentasi dan kemudian diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Pendapat Francis Bacon, sama dengan John S.Mill (1806-1873) yang merupakan filsuf yang juga memperkenalkan “proses generalisasi” dengan cara induksi. Dalam persoalan generalisasi ini, Mill sependapat dengan David Hume yang mempersoalkan secara radikal.
Mill melihat tugas utama logika lebih dari sekedar menentukan patokan deduksi silogistis yang tak pernah menyampaikan pengetahuan baru. Ia berharap bahwa jasa metodenya dalam logika induktif sama besarnya dengan jasa Aristoteles dalam logika induktif. Menurutnya, pemikiran silogistis selalu mencakup suatu lingkaran setan (petitio), dimana kesimpulan sudah terkandung di dalam premis, sedangkan premis itu sendiri akhirnya masih bertumpu juga pada induksi empiris. Tugas logika menurutnya cukup luas, termasuk meliputi ilmu-ilmu sosial dan psikologi yang memang pada masing-masing ilmu itu logika telah diletakkan dasar-dasarnya oleh Comte dan James Mill.

2.4.5 Perbedaan Penalaran Deduksi dan Induksi
     
DEDUKSI
INDUKSI
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.

Dari table diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu, perbedaan antara berpikir induktif dan berpikir deduktif; berpikir induktif adalah menarik pernyataan yang didasarkan pada hasil-hasil pengamatan, sedangkan berpikir deduktif adalah penarikan pernyataan yang didasarkan pada hukum dan teori.






BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diperoleh manusia melalui sebuah pengamatan. Saat seseorang mengamati suatu hal dan dia memperoleh sesuatu dari pengamatannya, maka bisa disebut orang tersebut memperoleh sebuah pengetahuan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang itu berbeda-beda sehingga kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Oleh sebab itu, cara berpikir mempunyai kriteria kebenaran yang digunakan sebagai landasan untuk menemukan kebenaran.



DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006, W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka.
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 2006, Filsafat ilmu.
Hubbi, Kimia. 2015. Dasar-Dasar Pengetahuan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar