https://youtu.be/fDbtRmP7iUs
FILSAFAT ILMU
Dasar-dasar Pengetahuan
Penalaran dan Logika
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Semester 106 dengan dosen pengampu:
Prof. Dr. H. Aceng Rahmat, M.Pd
Disusun :
Arellia
Yulyniar Jasmine 2715162784
Elsa
Dwi Farhani 2715162072
Melati
Junita Afriati 2715161459
Nurcahyani 2715160581
Prodi Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Negeri Jakarta
2017
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang "Dasar-Dasar Pengetahuan" ini. Solawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran
agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas dari mata kuliah filsafat ilmu yang diampu oleh Bapak Aceng Rahmat. Disamping itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas dari mata kuliah filsafat ilmu yang diampu oleh Bapak Aceng Rahmat. Disamping itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Jakarta, Maret 2017
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara
etimologi pengetahuan yang dalam bahasa inggris yaitu knowledge adalah
kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Sedangkan secara
terminologi, menurut Drs. Sidi Gazaliba, pengetahuan adalah apa yang diketahui
atau hasil dari pekerjaan tahu. Loren Bagus dalam kamus filsafatnya menjelaskan
bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara
langsung dari kesadarannya sendiri.
Pengetahuan pada dasarnya adalah
keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu
objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada di luar akal.
Manusia adalah satu-satunya
makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga
mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan
hidupnya (survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan
kelangsungan hidupnya. Dia memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru,
karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu.
Manusia mengembangkan kebudayaan; manusia memberi makna kepada kehidupan;
manusia “memanusiakan” diri dalam hidupnya; dan masih banyak lagi pernyataan
semacam ini : semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia itu dalam
hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan
hidupnya. Inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuan; dan
pengetahuan ini jugalah yang mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat
khas di muka bumi ini.
Semua orang mengakui memiliki
pengetahuan. Namun dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa
pengetahuan itu di dapat. Dari sana timbul pertanyaan bagaimana kita memperoleh
pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan didapat. Terdapat berbagai upaya
yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pengetahuan, misalnya ia
dapat melakukannya dengan jalan bertanya kepada orang lain (yang memiliki
otoritas) yang dianggapnya lebih tahu, atau ia dapat melakukannya melalui
indra, akal sehat, intuisi atau dengan coba-coba.
Berfikir merupakan suatu
kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi
tiap orang tidak selalu sama. Oleh sebab itu, kegiatan proses berfikir untuk
menghasilkan pengetahuan yang benar pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan
bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran
yang merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran
merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran
mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
Penalaran merupakan suatu proses
berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada
hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak.
Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan melalui
kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang
dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti
dikatakan Pascal, hatipun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut
kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada
penalaran. Jadi, penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai
karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Agar pengetahuan yang dihasilkan
dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus
dilakukan dengan suatu cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika
penarikan kseimpulan dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan
kesimpulan ini disebut dengan logika.
Logika merupakan cabang filsafat
yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai
dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat
dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat
dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan sebagai teori tentang
penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu
pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan
yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat
dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran
bentuk sesuai dengan isi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari beberapa hal yang telah diungkapkan dalam latar belakang di atas didapatkan suatu
rumusan masalah:
1. Apakah pengertian
penalaran itu?
2. Apakah pengertian
logika itu?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui
pengertian penalaran
2. Untuk mengetahui
pengertian logika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penalaran
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa,
bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan
yang didapatkan lewat kegiata merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan
pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir bukan dengan perasaan,
meskipun seperti dikatakan bahwa hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun
demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan
diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai
karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berpikir
merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang
disebut benar bagi setiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan
proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga
berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang
disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan
landasan penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan
kebenaran di mana tiap-tiao jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya
masing-masing.
Sebagai
suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri yang
pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika.
Dalam hal ini maka dapat kita katakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai
logikanya tersendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis di sini harus diartikan
sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu, atau dengan kata lain,
menurut logika tertentu. Hal yang patut kita sadari ialah bahwa berpikir logis
itu mempunyai konotasi yang bersifat jamak (plural) dan bukan tunggal
(singular). Suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis ditinjau dari suatu
logika yang lain. Hal ini sering menimbulkan gejala apa yang dapat kita sebut
sebagai kekacauan penalaran yang disebabkan oleh ketakkonsistenan kita dalam
mempergunakan pola berpikir tertentu.
Ciri penalaran yang kedua adalah
sifat analitik dari proses berpikirnya.
Penalaran
merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis,
dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut
adalah logika
penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan
analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya
yang mempergunakan logikanya sendiri pula. Sifat analitik ini,
kalau kita kaji
lebih jauh, merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu.
Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis,
sebab analisis pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan
langkah-langkah tertentu.[8]
Penalaran tidak terlepas dari
imajinasi seseorang yang merupakan kemampuan untuk merangkaikan rambu-rambu
pikiran menurut sebuah pola tertentu. Dalam penyusunan hipotesis, umpamanya,
seorang ilmuwan berdasarkan data-data yang ada secara imajinatif mampu
megembangkan hipotesis yang baru, berdasarkan vis imaginativa: kejeniusan
seorang ilmuwan. Kebenaran dalam agama, menurut Randall dan Buchler, tidaklah
merupakan kebenaran yang bersifat harfiah (literal) atau faktual, melainkan
bersifat simbolik atau moral atau imajinatif.
Seperti telah kita sebutkan di
muka, tidak semua kegiatan berpikir mandasarkan diri kepada penalaran.
Berdasarkan kriteria penalaran tersebut di atas maka dapat kita katakan bahwa
tidak semua kegiatan bepikir bersifat logis dan analitis. Atau lebih jauh dapat
kita simpulkan: cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat
tidak logis dan tidak analitik. Dengan demikian maka kita dapat membedakan
secara garis besar ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir yang bukan
berdasarkan penalaran. “Merasa” merupakan suatu cara penarikan kesimpulan yang
tidak berdasarkan penalaran. Dalam hal penalaran kita belum berbicara mengenai
materi dan sumber pengetahuan tersebut, sebab seperti kita telah katakan,
penalaran hanya
merupakan cara
berpikir tertentu. Untuk melakukan kegiatan analisis maka kegiatan penalaran
tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari suatu sumber
kebenaran.
Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam
bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu (2006:12) mengatakan; Ada 2 cara pokok
mendapatkan pengetahuan dengan benar: pertama, mendasarkan diri dengan rasio.
Kedua, mendasarkan diri dengan pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan
rasionalisme, dan pengalaman mengembangkan empirisme. Kaum rasionalis
mengembangkan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang
dipakai dari ide
yang diangapnya
jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukan ciptaan pikiran manusia.
Prinsip itu sudah ada, jauh sebelum manusia memikirkannya (idelisme).
Pengetahuan yang dipergunakan dalam
penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang
berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham yang
kemudian disebut sebagai rasionalisme. Sedangkan mereka yang menyatakan bahwa
fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan
paham empirisme. Ada dua macam penalaran, yaitu :
1) Penalaran Langsung
Penalaran
langsung merupakan penalaran yang premisnya hanya sebuah proposisi dan langsung
disusul dengan proposisi lain sebagai kesimpulannya. Penalaran langsung ditarik
hanya dari satu premis saja. Penarikkan konklusi secara langsung dapat
memberikan keterangan yang lengkap tentang proposisi yang diberikan, yaitu
dengan menyatakan secara eksplisit apa-apa yang telah dinyatakan secara
implisit didalam premis.
Contoh : semua
bintang film memakai sabun Lux (S=P)
Jadi, sebagian
pemakai sabun Lux adalah bintang film
Istilah
penalaran langsung berasal dari Aristoteles untuk menunjukkan penalaran, yang
premisnya hanya terdiri dari sebuah proposisi saja. Konklusinya ditarik
langsung dari proposisi yang satu itu dengan membandingkan subjek dan
predikatnya.
2) Penalaran tidak langsung
Penalaran tidak
langsung, penarikan konklusinya atas lebih dari satu proposisi. Konklusinya
ditarik dari dua premis. Contoh: Semua mahasiswa adalah anak pintar. Dina
adalah mahasiswa. Dina adalah anak pintar.
2.2 Metode Penalaran
Penalaran
ilmiah pada dasarnya merupakan gabungan penalaran deduktif (rasionalisme) dan
induktif (empirisme). Metode berpikir induktif (rasionalisme) adalah metode
yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Generalisasi adalah bentuk dari metode
berpikir induktif.
Metode berpikir
deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Metode
Deduktif dibuat dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus ( premis mayor, premis minor ).
Induksi merupakan cara berpikir
untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang
bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan–pernyataan yang
mempunyai ruang
lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi dan diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya
pengetahuan secara sistematis, yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang
makin lama makin bersifat fundamental.
Contoh : - kambing mempunyai mata
- gajah mempunyai mata
- demikian pula kucing, singa, dll.
- Jadi semua binatang mempunyai mata.
Penalaran deduktif adalah kegiatan
berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir,
yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum menarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan
pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah
pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini
disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis
minor. Kesimpulan
merupakan
pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis
tersebut. Kalau ditanyakan apakah kesimpulan itu benar, maka hal ini harus
dikembalikan kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Jika kedua premis yang
mendukungnya benar, maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga
benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, ini
akan terjadi kalau cara penarikan kesimpulan itu salah. Jadi kebenaran suatu
kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran
premis minor dan kebenaran pengambilan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari
ketiga unsur tersebut adalah salah maka kesimpulannya sudah pasti akan salah.
Kesimpulan yang berupa pengetahuan baru bahwa a sama dengan c pada hakekatnya
bukan merupakan pengetahuan baru dalam arti yang sebenarnya, melainkan sekedar
konsekuensi dari dua pengetahuan yang sudah kita ketahui sebelumnya, yakni
bahwa a sama dengan b dan b sama dengan c. Kebenaran baru yang didapatkan lewat
penalaran deduktif ini dinamakan kebenaran tautologis.
Contoh : -
Semua mahluk mempunyai mata (premis mayor).
- Syarifah adalah seorang mahluk (premis minor)
- Jadi Syarifah mempunyai mata (kesimpulan)
2.3 Kesesatan dalam
Penalaran
Kesalahan logis (fallacy) bukanlah
kesalahan dalam fakta, misalnya: “Pangeran Diponegoro wafat tahun 1950”, tetapi
merupakan bentuk kesimpulan yang dicapai atas dasar logika atau penalaran yang
keliru, seperti: “Dadang lahir di bawah bintang Scorpio, maka hidupnya akan
penuh penderitaan”. Ada beberapa kesalahan logis yang kerapkali muncul dalam
penalaran yang dilakukan oleh individu, yaitu:
·
Generalisasi
tergesa-gesa (Fallacy of Dramatic Instance).
·
Deduksi
cacat.
·
Argumen
ad Hominem.
·
Post
hoc ergo propter hoc.
·
Argumentum
ad Novitatem/Antiquatem (fallacy of retrospective/future determinism).
·
Argumentum
ad Verecundiam.
·
Argumentum
ad Ignorantiam.
Istilah logika diambil dari bahasa Yunani logikos, yang
berarti ‘mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal
(pikiran), mengenai kata, mengenai percakapan, atau berkenaan dengan bahasa
(Jan Hendrik Rapar, 2005: 52). Dalam bahasa Latin logika disebut dengan logos, berarti
perkataan atau sabda (Mundiri, 2003: 8). Orang Arab biasanya menyebut logika
ini dengan kata mantiq, yang diambil dari kata ‘nataqa’. Kata ‘mantiq’ lazim
digunakan dengan berkata atau berucap. Istilah ‘mantiq’ juga
diartikan sebagai hukum yang memelihara hati nurani dari kesalahan dalam
berpikir.
Poedjawijatna
(1996: 15) menjelaskan bahwa logika merupakan kajian filsafat yang mengkaji
manusia yang biasanya dikenal dengan filsafat budi, dimana budi disini adalah
akal sebagai alat penyelidikan dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan.
Dengan
memeperhatikan definisi-definisi logika yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut diatas, maka pada umumnya memiliki persamaan, bahwa yang disebut
dengan logika adalah cabang filsafat yang membahas tentang asas-asas,
aturan-aturan, dan prosedur dalam mencapai pengetahuan yang benar, yang dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional.
Logika adalah
sarana untuk berpikir sistematis, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena
itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir,
seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu.
Logika
merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan
sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai
dasar filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung” antara
filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan : Teori
tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari
suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.
Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut
sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut
kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Contoh :
kupu-kupu mengalami fase metamorfosa. Karena
sebelum menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui yaitu yang pertama
fase telur kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi kepompong dan
selanjutnya menjadi kupu-kupu.
Penyimpulan di atas dikatakan penyimpulan yang
sah karena sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat (masuk akal).
Deduksi berasal
dari bahasa inggris deduction yang berarti penarikan
kesimpulan dari keadaan-keadaan umum, menemukan yang khusus dari yang umum.
(Kamus umum bahasa Indonesia hal. 273 W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka,
2006)
Deduksi adalah
cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan
pola pikir silogisme yang secara sederhana digambarkan sebagai penyusun dua
buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme
disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis
minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
berdasarkan kedua premis tersebut.
Metode berpikir
deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh
penarikan kesimpulan berdasarkan metode deduktif adalah sebagai berikut :
Semua makhluk hidup perlu makan untuk
mempertahankan hidup (premis mayor)
Anton adalah seorang makhluk hidup (premis
minor)
Jadi, Anton perlu makan untuk mempertahankan
hidupnya (kesimpulan)
Induksi adalah
cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk
menemukan hukum. (Kamus umum bahasa Indonesia hal. 444 W.J.S. Poerwadarminta,
Balai pustaka, 2006)
Induksi adalah
ilmu eksakta mengumpulkan data – data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar itu
menyusun suatu ucapan umum. Observasi dan eksperimen dilakukan untuk mengenai
gejala-gejala dengan tepat dan saksama, sedang hipotesis dan induksi membuat
rumusan dari hukum-hukumnya.
Metode berpikir
induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan
yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu,
penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi
yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Contoh dari induksi :
1. Kuda sumba
punya jantung
2. Kuda Australia
punya sebuah jantung
3. Kuda amerika
punya sebuah jantung
4. ….
Jadi, setiap kuda punya sebuah jantung
Menurut Langeveld, logika itu adalah kepandaian untuk memutuskan
secara jitu. Logika mempelajari syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
mengambil kesimpulan secara benar; atau untuk menghasilkan pengetahuan yang
bersifat ilmiah. Unsur utama logika adalah pemikiran dan keputusan.
Hubungan logika dan Deduktif sering disebut juga Logika Deduktif atau
penalaran deduktif. Penalaran Deduktif adalah penalaran yang membangun atau
mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif dan valid hanya jika
kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekunsi logis dari premis –
premisnya.
Contoh :
Semua makhluk hidup perlu makan untuk
mempertahankan hidup (premis mayor)
Anton adalah seorang makhluk hidup (premis
minor)
Jadi, Anton perlu makan untuk mempertahankan
hidupnya (kesimpulan)
Hubungan Logika
dan Induksi ini sering disebut juga Logika Induksi atau penalaran induktif.
Penalaran induktif adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta
khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Dimulai dengan mengemukakan pernyataan –
pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas sebagai
argumentasi dan kemudian diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Pendapat
Francis Bacon, sama dengan John S.Mill (1806-1873) yang merupakan filsuf yang
juga memperkenalkan “proses generalisasi” dengan cara induksi. Dalam persoalan
generalisasi ini, Mill sependapat dengan David Hume yang mempersoalkan secara
radikal.
Mill melihat
tugas utama logika lebih dari sekedar menentukan patokan deduksi silogistis
yang tak pernah menyampaikan pengetahuan baru. Ia berharap bahwa jasa metodenya
dalam logika induktif sama besarnya dengan jasa Aristoteles dalam logika
induktif. Menurutnya, pemikiran silogistis selalu mencakup suatu lingkaran
setan (petitio), dimana kesimpulan sudah terkandung di dalam premis, sedangkan
premis itu sendiri akhirnya masih bertumpu juga pada induksi empiris. Tugas
logika menurutnya cukup luas, termasuk meliputi ilmu-ilmu sosial dan psikologi
yang memang pada masing-masing ilmu itu logika telah diletakkan dasar-dasarnya
oleh Comte dan James Mill.
DEDUKSI
|
INDUKSI
|
Jika semua premis benar maka
kesimpulan pasti benar
|
Jika premis benar, kesimpulan
mungkin benar, tapi tak pasti benar.
|
Semua informasi atau fakta pada
kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
|
Kesimpulan memuat informasi yang
tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.
|
Dari table
diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu, perbedaan antara berpikir induktif dan
berpikir deduktif; berpikir induktif adalah menarik pernyataan yang didasarkan
pada hasil-hasil pengamatan, sedangkan berpikir deduktif adalah penarikan
pernyataan yang didasarkan pada hukum dan teori.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang
diperoleh manusia melalui sebuah pengamatan. Saat seseorang mengamati suatu hal
dan dia memperoleh sesuatu dari pengamatannya, maka bisa disebut orang tersebut
memperoleh sebuah pengetahuan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk
menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang itu
berbeda-beda sehingga kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan
yang benar itu pun juga berbeda-beda. Oleh sebab itu, cara berpikir mempunyai
kriteria kebenaran yang digunakan sebagai landasan untuk menemukan kebenaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006,
W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka.
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 2006,
Filsafat ilmu.
Hubbi, Kimia. 2015. Dasar-Dasar
Pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar